Indonesia sedang dihadapkan dengan
permasalahan economic security atau pertahanan ekonomi di sektor pengemudi dan
penyedia layanan transportasi. Pertahanan ekonomi adalah sebuah situasi dimana
memiliki pendapatan finansial yang stabil untuk memenuhi kebutuhan standar
hidup saat ini dan di masa depan. Tujuan ditanyakannya beberapa pertanyaan di
atas adalah demi menemukan jalan keluar secara lebih spesifik.
Mengapa terjadi keributan antara
taksi konvensional dan taksi online???
Sebenarnya, terjadi perbedaan cara
pandang di kedua pihak. Di pihak pengemudi taksi konvensional, mereka merasa
dirugikan.
1.
taksi konvensional terdaftar secara
resmi di dinas perhubungan, sehingga berhak mendapat plat kuning, tanda
angkutan umum sedangkan taksi berbasis aplikasi menggunakan kendaraan biasa,
yang bukan untuk angkutan umum.
2.
dengan mereka resmi sebagai angkutan
umum, mereka pun berkewajiban membayar pajak yang berbeda dengan pengguna plat
hitam, plat kendaraan biasa, yang juga digunakan oleh taksi berbasis aplikasi.
3.
taksi konvensional menggunakan
metode menunggu penumpang, sedangkan taksi berbasis aplikasi menjemput
penumpang.
4.
yang paling krusial, adalah
perbedaan tarif, tarif taksi konvensional jika dibandingkan dengan tarif taksi
berbasis aplikasi berbeda jauh. Terakhir, ini adalah masalah adaptasi terhadap
teknologi yang diambil peluangnya oleh pengguna taksi berbasis aplikasi, dan
belum digarap dengan baik oleh pihak pengelola taksi konvensional.
Modernisasi
Seorang ahli sosiologi, Peter Barger
mengemukakan ada empat karakeristik modernisasi.
1.
penurunan kondisi masyarakat kecil
dan tradisional. Pada kasus ini, pihak yang disebut sebagai masyarakat
tradisional adalah pengemudi taksi konvensional. Mereka menunggu penumpang,
atau menunggu ditelepon oleh penumpang untuk dijemput di tempatnya. Padahal,
masyarakat ibukota saat ini, sudah sangat terkoneksi dengan baik pada akses
internet dan mulai meninggalkan penggunaan telepon.
2.
berkembangnya pilihan individu. Pada
kasus ini, pilihan individu menjadi berkembang. Dengan munculnya aplikasi
seperti Go-Jek, Uber, dan Grab, pilihan masyarakat untuk pergi menjadi lebih
banyak. Tentunya, masyarakat akan melihat dari segi efektivitas dan efisiensi.
Pilihan pun akhirnya jatuh kepada yang lebih murah dan mudah. Tarif yang
ditawarkan lebih murah, sedangkan pengguna pun bebas mau dijemput dari mana
saja.
3.
meningkatnya keragaman sosial. Pada
kasus ini, keadaan sosial masyarakat berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan
pilihan yang terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut. Namun,
dengan semakin bertambahnya pilihan, opsi yang dapat masyarakat pilih semakin
beragam. Modernisasi akan membawa masyarakat pada pilihan yang rasional, tidak
lagi berdasarkan gengsi operator taksi, namun lebih kepada kemudahan dan harga.
4.
orientasi pada masa depan dan
perhatian pada waktu. Dalam isu ini, terlihat bahwa masyarakat semakin peka
terhadap arus informasi. Hal inilah yang ditangkap para inventor, yang kebanyakan
anak muda, dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang dilihat
sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif muda ibukota
menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan internet. Internet
pun menjadi solusinya. Apalagi sistem operasi telepon pintar dapat
memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru. Dibuatlah aplikasi yang
terhubung dengan internet. Internet dipandang sebagai jawaban atas kebutuhan
masa kini hingga beberapa waktu ke depan. Apalagi, dengan semua solusi yang
dapat diraih hanya dengan sentuhan di telepon pintar, masalah waktu dapat
teratasi.
Perubahan sosial
Menurut seorang Sosiolog, Mascionis,
terdapat empat karakter utama perubahan sosial.
1.
perubahan sosial terjadi sepanjang
waktu. Pada masa lalu, transportasi umum yang paling laku adalah delman dan
becak. Kemudian berkembang dengan adanya bajaj dan bus kota. Lalu, masyarakat
mencari sesuatu yang lebih nyaman, muncullah taksi. Kini, masyarakat ibukota
lebih mementingkan kecepatan seiring dengan kemacetan yang semakin parah,
muncullah Go-Jek dan Grab. Ini sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, karena
akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan kondisi masyarakat.
2.
perubahan sosial terkadang dapat
diketahui, namun seringkali tidak direncanakan. Sebenarnya, munculnya angkutan
umum berbasis aplikasi sudah dapat diprediksi dengan semakin meningkatnya
pengguna telepon pintar. Namun demikian, ketika hal ini semakin masif terjadi
seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana. Pengemudi yang kurang
tanggap pun pada akhirnya hanya bisa meluapkan kekesalannya dengan marah dan
berdemonstrasi.
3.
perubahan sosial selalu
kontroversial. Kasus ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak kalangan
yang mendukung taksi konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada
masa lalu, sebenarnya bukan belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya
delman yang merupakan kendaraan umum yang cukup populer di tahun 60-an sampai
80-an. Kemudian, karena dianggap mengganggu kenyamanan umum, yang disebabkan
bau kotoran kuda yang tidak sedap, akhirnya ditertibkanlah delman ini. Sampai
ada pula yang melarang. Ini bukan tanpa kontroversi, para kusir delman yang
bergantung pada delman pasti merasa dirugikan. Untuk berpindah ke pekerjaan
lain pun belum tentu mampu. Ini mirip dengan kejadian saat ini.
4.
suatu perubahan sosial lebih
menonjol dibanding yang lainnya. Pada masalah ini, perubahan sosial dalam
bidang transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal ini disebabkan oleh
revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan besar dalam teknologi informasi
dan komunikasi membuat banyak dampak. Salah satunya, di dalam transportasi
umum.
Solusi
Kini, dengan adanya fenomena ini
tidaklah bijak jika mencari pihak yang salah. Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan,
maka semua akan menjadi pantas untuk disalahkan. Mengapa? Pihak taksi
konvensional salah karena tidak tanggap dengan perubahan zaman, belum lagi
kesalahan dalam demonstrasi yang berujung anarki. Pihak penyedia transportasi
berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti peraturan yang berlaku,
juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan dengan pesaing yang sudah
lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena tidak tanggap dalam melihat
fenomena yang ada di masyarakat, dengan belum menyediakan peraturan yang dapat
mengakomodir dan menertibkan konflik yang ada.
Maka, sebenarnya solusinya
tinggallah jawaban dari kesalahan semua pihak ini. Pihak taksi konvensional
sudah harus lebih tanggap terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang
sama dengan membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis
aplikasi, sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga yang
terlampau jauh dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi sehat.
Pemerintah, sudah selayaknya membuat peraturan, dan memastikan bahwa persaingan
yang ada terjadi secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’ yang merupakan ciri
kapitalisme dan bertentangan dengan ekonomi kerakyatan. Terakhir, masyarakat
akan dengan mudah memilih dengan cerdas apa yang mereka hendak gunakan.
Kerusuhan hari ini sangat disesalkan. Meski demikian, sudah sepatutnya ini
membuka mata kita bahwa kita berada pada masa modernisasi yang membuahkan suatu
perubahan sosial di masyarakat. Kalau urusan rezeki, tidak perlu dirisaukan.
Karena jutaan orang pun mencari rezeki di ibukota kita tercinta.
SUMBER:
·
http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281
·
http://www.kompasiana.com/lathifaanshori/analisa-konflik-antara-taksi-konvensional-vs-taksi-data-jaringan_56f4c1aae6afbd0d052c0e5d
Sebenarnya, terjadi
perbedaan cara pandang di kedua pihak. Di pihak pengemudi taksi
konvensional, mereka merasa dirugikan. Pertama, taksi konvensional
terdaftar secara resmi di dinas perhubungan, sehingga berhak mendapat
plat kuning, tanda angkutan umum sedangkan taksi berbasis aplikasi
menggunakan kendaraan biasa, yang bukan untuk angkutan umum. Kedua,
dengan mereka resmi sebagai angkutan umum, mereka pun berkewajiban
membayar pajak yang berbeda dengan pengguna plat hitam, plat kendaraan
biasa, yang juga digunakan oleh taksi berbasis aplikasi. Ketiga, taksi
konvensional menggunakan metode menunggu penumpang, sedangkan taksi
berbasis aplikasi menjemput penumpang. Keempat, yang paling krusial,
adalah perbedaan tarif, tarif taksi konvensional jika dibandingkan
dengan tarif taksi berbasis aplikasi berbeda jauh. Terakhir, ini adalah
masalah adaptasi terhadap teknologi yang diambil peluangnya oleh
pengguna taksi berbasis aplikasi, dan belum digarap dengan baik oleh
pihak pengelola taksi konvensional.
Modernisasi
Seorang ahli sosiologi, Peter Barger mengemukakan ada empat
karakeristik modernisasi. Pertama, penurunan kondisi masyarakat kecil
dan tradisional. Pada kasus ini, pihak yang disebut sebagai masyarakat
tradisional adalah pengemudi taksi konvensional. Mereka menunggu
penumpang, atau menunggu ditelepon oleh penumpang untuk dijemput di
tempatnya. Padahal, masyarakat ibukota saat ini, sudah sangat terkoneksi
dengan baik pada akses internet dan mulai meninggalkan penggunaan
telepon.
Kedua, berkembangnya pilihan individu. Pada kasus ini,
pilihan individu menjadi berkembang. Dengan munculnya aplikasi seperti
Go-Jek, Uber, dan Grab, pilihan masyarakat untuk pergi menjadi lebih
banyak. Tentunya, masyarakat akan melihat dari segi efektivitas dan
efisiensi. Pilihan pun akhirnya jatuh kepada yang lebih murah dan mudah.
Tarif yang ditawarkan lebih murah, sedangkan pengguna pun bebas mau
dijemput dari mana saja.
Ketiga, meningkatnya keragaman sosial. Pada kasus ini,
keadaan sosial masyarakat berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan
pilihan yang terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut.
Namun, dengan semakin bertambahnya pilihan, opsi yang dapat masyarakat
pilih semakin beragam. Modernisasi akan membawa masyarakat pada pilihan
yang rasional, tidak lagi berdasarkan gengsi operator taksi, namun lebih
kepada kemudahan dan harga.
Keempat, orientasi pada masa depan dan perhatian pada waktu.
Dalam isu ini, terlihat bahwa masyarakat semakin peka terhadap arus
informasi. Hal inilah yang ditangkap para inventor, yang kebanyakan anak
muda, dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang dilihat
sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif muda
ibukota menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan
internet. Internet pun menjadi solusinya. Apalagi sistem operasi telepon
pintar dapat memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru.
Dibuatlah aplikasi yang terhubung dengan internet. Internet dipandang
sebagai jawaban atas kebutuhan masa kini hingga beberapa waktu ke depan.
Apalagi, dengan semua solusi yang dapat diraih hanya dengan sentuhan di
telepon pintar, masalah waktu dapat teratasi.
Perubahan sosial
Menurut seorang Sosiolog, Mascionis, terdapat empat karakter
utama perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial terjadi sepanjang
waktu. Pada masa lalu, transportasi umum yang paling laku adalah delman
dan becak. Kemudian berkembang dengan adanya bajaj dan bus kota. Lalu,
masyarakat mencari sesuatu yang lebih nyaman, muncullah taksi. Kini,
masyarakat ibukota lebih mementingkan kecepatan seiring dengan kemacetan
yang semakin parah, muncullah Go-Jek dan Grab. Ini sesuatu yang tidak
dapat dihindarkan, karena akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan
kondisi masyarakat.
Kedua, perubahan sosial terkadang dapat diketahui, namun
seringkali tidak direncanakan. Sebenarnya, munculnya angkutan umum
berbasis aplikasi sudah dapat diprediksi dengan semakin meningkatnya
pengguna telepon pintar. Namun demikian, ketika hal ini semakin masif
terjadi seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana. Pengemudi
yang kurang tanggap pun pada akhirnya hanya bisa meluapkan kekesalannya
dengan marah dan berdemonstrasi.
Ketiga, perubahan sosial selalu kontroversial. Kasus ini
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung
taksi konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada masa
lalu, sebenarnya bukan belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya
delman yang merupakan kendaraan umum yang cukup populer di tahun 60-an
sampai 80-an. Kemudian, karena dianggap mengganggu kenyamanan umum, yang
disebabkan bau kotoran kuda yang tidak sedap, akhirnya ditertibkanlah
delman ini. Sampai ada pula yang melarang. Ini bukan tanpa kontroversi,
para kusir delman yang bergantung pada delman pasti merasa dirugikan.
Untuk berpindah ke pekerjaan lain pun belum tentu mampu. Ini mirip
dengan kejadian saat ini.
Keempat, suatu perubahan sosial lebih menonjol dibanding
yang lainnya. Pada masalah ini, perubahan sosial dalam bidang
transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal ini disebabkan oleh
revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan besar dalam teknologi
informasi dan komunikasi membuat banyak dampak. Salah satunya, di dalam
transportasi umum.
Solusi
Kini, dengan adanya fenomena ini tidaklah bijak jika mencari
pihak yang salah. Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua
akan menjadi pantas untuk disalahkan. Mengapa? Pihak taksi konvensional
salah karena tidak tanggap dengan perubahan zaman, belum lagi kesalahan
dalam demonstrasi yang berujung anarki. Pihak penyedia transportasi
berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti peraturan yang
berlaku, juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan dengan
pesaing yang sudah lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena
tidak tanggap dalam melihat fenomena yang ada di masyarakat, dengan
belum menyediakan peraturan yang dapat mengakomodir dan menertibkan
konflik yang ada.
Maka, sebenarnya solusinya tinggallah jawaban dari kesalahan
semua pihak ini. Pihak taksi konvensional sudah harus lebih tanggap
terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan
membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis
aplikasi, sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga
yang terlampau jauh dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi
sehat. Pemerintah, sudah selayaknya membuat peraturan, dan memastikan
bahwa persaingan yang ada terjadi secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’
yang merupakan ciri kapitalisme dan bertentangan dengan ekonomi
kerakyatan. Terakhir, masyarakat akan dengan mudah memilih dengan cerdas
apa yang mereka hendak gunakan.
Kerusuhan hari ini sangat disesalkan. Meski demikian, sudah
sepatutnya ini membuka mata kita bahwa kita berada pada masa modernisasi
yang membuahkan suatu perubahan sosial di masyarakat. Kalau urusan
rezeki, tidak perlu dirisaukan. Karena jutaan orang pun mencari rezeki
di ibukota kita tercinta.
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281
Sebenarnya, terjadi
perbedaan cara pandang di kedua pihak. Di pihak pengemudi taksi
konvensional, mereka merasa dirugikan. Pertama, taksi konvensional
terdaftar secara resmi di dinas perhubungan, sehingga berhak mendapat
plat kuning, tanda angkutan umum sedangkan taksi berbasis aplikasi
menggunakan kendaraan biasa, yang bukan untuk angkutan umum. Kedua,
dengan mereka resmi sebagai angkutan umum, mereka pun berkewajiban
membayar pajak yang berbeda dengan pengguna plat hitam, plat kendaraan
biasa, yang juga digunakan oleh taksi berbasis aplikasi. Ketiga, taksi
konvensional menggunakan metode menunggu penumpang, sedangkan taksi
berbasis aplikasi menjemput penumpang. Keempat, yang paling krusial,
adalah perbedaan tarif, tarif taksi konvensional jika dibandingkan
dengan tarif taksi berbasis aplikasi berbeda jauh. Terakhir, ini adalah
masalah adaptasi terhadap teknologi yang diambil peluangnya oleh
pengguna taksi berbasis aplikasi, dan belum digarap dengan baik oleh
pihak pengelola taksi konvensional.
Modernisasi
Seorang ahli sosiologi, Peter Barger mengemukakan ada empat
karakeristik modernisasi. Pertama, penurunan kondisi masyarakat kecil
dan tradisional. Pada kasus ini, pihak yang disebut sebagai masyarakat
tradisional adalah pengemudi taksi konvensional. Mereka menunggu
penumpang, atau menunggu ditelepon oleh penumpang untuk dijemput di
tempatnya. Padahal, masyarakat ibukota saat ini, sudah sangat terkoneksi
dengan baik pada akses internet dan mulai meninggalkan penggunaan
telepon.
Kedua, berkembangnya pilihan individu. Pada kasus ini,
pilihan individu menjadi berkembang. Dengan munculnya aplikasi seperti
Go-Jek, Uber, dan Grab, pilihan masyarakat untuk pergi menjadi lebih
banyak. Tentunya, masyarakat akan melihat dari segi efektivitas dan
efisiensi. Pilihan pun akhirnya jatuh kepada yang lebih murah dan mudah.
Tarif yang ditawarkan lebih murah, sedangkan pengguna pun bebas mau
dijemput dari mana saja.
Ketiga, meningkatnya keragaman sosial. Pada kasus ini,
keadaan sosial masyarakat berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan
pilihan yang terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut.
Namun, dengan semakin bertambahnya pilihan, opsi yang dapat masyarakat
pilih semakin beragam. Modernisasi akan membawa masyarakat pada pilihan
yang rasional, tidak lagi berdasarkan gengsi operator taksi, namun lebih
kepada kemudahan dan harga.
Keempat, orientasi pada masa depan dan perhatian pada waktu.
Dalam isu ini, terlihat bahwa masyarakat semakin peka terhadap arus
informasi. Hal inilah yang ditangkap para inventor, yang kebanyakan anak
muda, dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang dilihat
sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif muda
ibukota menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan
internet. Internet pun menjadi solusinya. Apalagi sistem operasi telepon
pintar dapat memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru.
Dibuatlah aplikasi yang terhubung dengan internet. Internet dipandang
sebagai jawaban atas kebutuhan masa kini hingga beberapa waktu ke depan.
Apalagi, dengan semua solusi yang dapat diraih hanya dengan sentuhan di
telepon pintar, masalah waktu dapat teratasi.
Perubahan sosial
Menurut seorang Sosiolog, Mascionis, terdapat empat karakter
utama perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial terjadi sepanjang
waktu. Pada masa lalu, transportasi umum yang paling laku adalah delman
dan becak. Kemudian berkembang dengan adanya bajaj dan bus kota. Lalu,
masyarakat mencari sesuatu yang lebih nyaman, muncullah taksi. Kini,
masyarakat ibukota lebih mementingkan kecepatan seiring dengan kemacetan
yang semakin parah, muncullah Go-Jek dan Grab. Ini sesuatu yang tidak
dapat dihindarkan, karena akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan
kondisi masyarakat.
Kedua, perubahan sosial terkadang dapat diketahui, namun
seringkali tidak direncanakan. Sebenarnya, munculnya angkutan umum
berbasis aplikasi sudah dapat diprediksi dengan semakin meningkatnya
pengguna telepon pintar. Namun demikian, ketika hal ini semakin masif
terjadi seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana. Pengemudi
yang kurang tanggap pun pada akhirnya hanya bisa meluapkan kekesalannya
dengan marah dan berdemonstrasi.
Ketiga, perubahan sosial selalu kontroversial. Kasus ini
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung
taksi konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada masa
lalu, sebenarnya bukan belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya
delman yang merupakan kendaraan umum yang cukup populer di tahun 60-an
sampai 80-an. Kemudian, karena dianggap mengganggu kenyamanan umum, yang
disebabkan bau kotoran kuda yang tidak sedap, akhirnya ditertibkanlah
delman ini. Sampai ada pula yang melarang. Ini bukan tanpa kontroversi,
para kusir delman yang bergantung pada delman pasti merasa dirugikan.
Untuk berpindah ke pekerjaan lain pun belum tentu mampu. Ini mirip
dengan kejadian saat ini.
Keempat, suatu perubahan sosial lebih menonjol dibanding
yang lainnya. Pada masalah ini, perubahan sosial dalam bidang
transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal ini disebabkan oleh
revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan besar dalam teknologi
informasi dan komunikasi membuat banyak dampak. Salah satunya, di dalam
transportasi umum.
Solusi
Kini, dengan adanya fenomena ini tidaklah bijak jika mencari
pihak yang salah. Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua
akan menjadi pantas untuk disalahkan. Mengapa? Pihak taksi konvensional
salah karena tidak tanggap dengan perubahan zaman, belum lagi kesalahan
dalam demonstrasi yang berujung anarki. Pihak penyedia transportasi
berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti peraturan yang
berlaku, juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan dengan
pesaing yang sudah lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena
tidak tanggap dalam melihat fenomena yang ada di masyarakat, dengan
belum menyediakan peraturan yang dapat mengakomodir dan menertibkan
konflik yang ada.
Maka, sebenarnya solusinya tinggallah jawaban dari kesalahan
semua pihak ini. Pihak taksi konvensional sudah harus lebih tanggap
terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan
membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis
aplikasi, sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga
yang terlampau jauh dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi
sehat. Pemerintah, sudah selayaknya membuat peraturan, dan memastikan
bahwa persaingan yang ada terjadi secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’
yang merupakan ciri kapitalisme dan bertentangan dengan ekonomi
kerakyatan. Terakhir, masyarakat akan dengan mudah memilih dengan cerdas
apa yang mereka hendak gunakan.
Kerusuhan hari ini sangat disesalkan. Meski demikian, sudah
sepatutnya ini membuka mata kita bahwa kita berada pada masa modernisasi
yang membuahkan suatu perubahan sosial di masyarakat. Kalau urusan
rezeki, tidak perlu dirisaukan. Karena jutaan orang pun mencari rezeki
di ibukota kita tercinta.
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281
Sebenarnya, terjadi
perbedaan cara pandang di kedua pihak. Di pihak pengemudi taksi
konvensional, mereka merasa dirugikan. Pertama, taksi konvensional
terdaftar secara resmi di dinas perhubungan, sehingga berhak mendapat
plat kuning, tanda angkutan umum sedangkan taksi berbasis aplikasi
menggunakan kendaraan biasa, yang bukan untuk angkutan umum. Kedua,
dengan mereka resmi sebagai angkutan umum, mereka pun berkewajiban
membayar pajak yang berbeda dengan pengguna plat hitam, plat kendaraan
biasa, yang juga digunakan oleh taksi berbasis aplikasi. Ketiga, taksi
konvensional menggunakan metode menunggu penumpang, sedangkan taksi
berbasis aplikasi menjemput penumpang. Keempat, yang paling krusial,
adalah perbedaan tarif, tarif taksi konvensional jika dibandingkan
dengan tarif taksi berbasis aplikasi berbeda jauh. Terakhir, ini adalah
masalah adaptasi terhadap teknologi yang diambil peluangnya oleh
pengguna taksi berbasis aplikasi, dan belum digarap dengan baik oleh
pihak pengelola taksi konvensional.
Modernisasi
Seorang ahli sosiologi, Peter Barger mengemukakan ada empat
karakeristik modernisasi. Pertama, penurunan kondisi masyarakat kecil
dan tradisional. Pada kasus ini, pihak yang disebut sebagai masyarakat
tradisional adalah pengemudi taksi konvensional. Mereka menunggu
penumpang, atau menunggu ditelepon oleh penumpang untuk dijemput di
tempatnya. Padahal, masyarakat ibukota saat ini, sudah sangat terkoneksi
dengan baik pada akses internet dan mulai meninggalkan penggunaan
telepon.
Kedua, berkembangnya pilihan individu. Pada kasus ini,
pilihan individu menjadi berkembang. Dengan munculnya aplikasi seperti
Go-Jek, Uber, dan Grab, pilihan masyarakat untuk pergi menjadi lebih
banyak. Tentunya, masyarakat akan melihat dari segi efektivitas dan
efisiensi. Pilihan pun akhirnya jatuh kepada yang lebih murah dan mudah.
Tarif yang ditawarkan lebih murah, sedangkan pengguna pun bebas mau
dijemput dari mana saja.
Ketiga, meningkatnya keragaman sosial. Pada kasus ini,
keadaan sosial masyarakat berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan
pilihan yang terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut.
Namun, dengan semakin bertambahnya pilihan, opsi yang dapat masyarakat
pilih semakin beragam. Modernisasi akan membawa masyarakat pada pilihan
yang rasional, tidak lagi berdasarkan gengsi operator taksi, namun lebih
kepada kemudahan dan harga.
Keempat, orientasi pada masa depan dan perhatian pada waktu.
Dalam isu ini, terlihat bahwa masyarakat semakin peka terhadap arus
informasi. Hal inilah yang ditangkap para inventor, yang kebanyakan anak
muda, dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang dilihat
sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif muda
ibukota menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan
internet. Internet pun menjadi solusinya. Apalagi sistem operasi telepon
pintar dapat memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru.
Dibuatlah aplikasi yang terhubung dengan internet. Internet dipandang
sebagai jawaban atas kebutuhan masa kini hingga beberapa waktu ke depan.
Apalagi, dengan semua solusi yang dapat diraih hanya dengan sentuhan di
telepon pintar, masalah waktu dapat teratasi.
Perubahan sosial
Menurut seorang Sosiolog, Mascionis, terdapat empat karakter
utama perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial terjadi sepanjang
waktu. Pada masa lalu, transportasi umum yang paling laku adalah delman
dan becak. Kemudian berkembang dengan adanya bajaj dan bus kota. Lalu,
masyarakat mencari sesuatu yang lebih nyaman, muncullah taksi. Kini,
masyarakat ibukota lebih mementingkan kecepatan seiring dengan kemacetan
yang semakin parah, muncullah Go-Jek dan Grab. Ini sesuatu yang tidak
dapat dihindarkan, karena akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan
kondisi masyarakat.
Kedua, perubahan sosial terkadang dapat diketahui, namun
seringkali tidak direncanakan. Sebenarnya, munculnya angkutan umum
berbasis aplikasi sudah dapat diprediksi dengan semakin meningkatnya
pengguna telepon pintar. Namun demikian, ketika hal ini semakin masif
terjadi seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana. Pengemudi
yang kurang tanggap pun pada akhirnya hanya bisa meluapkan kekesalannya
dengan marah dan berdemonstrasi.
Ketiga, perubahan sosial selalu kontroversial. Kasus ini
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung
taksi konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada masa
lalu, sebenarnya bukan belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya
delman yang merupakan kendaraan umum yang cukup populer di tahun 60-an
sampai 80-an. Kemudian, karena dianggap mengganggu kenyamanan umum, yang
disebabkan bau kotoran kuda yang tidak sedap, akhirnya ditertibkanlah
delman ini. Sampai ada pula yang melarang. Ini bukan tanpa kontroversi,
para kusir delman yang bergantung pada delman pasti merasa dirugikan.
Untuk berpindah ke pekerjaan lain pun belum tentu mampu. Ini mirip
dengan kejadian saat ini.
Keempat, suatu perubahan sosial lebih menonjol dibanding
yang lainnya. Pada masalah ini, perubahan sosial dalam bidang
transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal ini disebabkan oleh
revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan besar dalam teknologi
informasi dan komunikasi membuat banyak dampak. Salah satunya, di dalam
transportasi umum.
Solusi
Kini, dengan adanya fenomena ini tidaklah bijak jika mencari
pihak yang salah. Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua
akan menjadi pantas untuk disalahkan. Mengapa? Pihak taksi konvensional
salah karena tidak tanggap dengan perubahan zaman, belum lagi kesalahan
dalam demonstrasi yang berujung anarki. Pihak penyedia transportasi
berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti peraturan yang
berlaku, juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan dengan
pesaing yang sudah lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena
tidak tanggap dalam melihat fenomena yang ada di masyarakat, dengan
belum menyediakan peraturan yang dapat mengakomodir dan menertibkan
konflik yang ada.
Maka, sebenarnya solusinya tinggallah jawaban dari kesalahan
semua pihak ini. Pihak taksi konvensional sudah harus lebih tanggap
terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan
membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis
aplikasi, sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga
yang terlampau jauh dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi
sehat. Pemerintah, sudah selayaknya membuat peraturan, dan memastikan
bahwa persaingan yang ada terjadi secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’
yang merupakan ciri kapitalisme dan bertentangan dengan ekonomi
kerakyatan. Terakhir, masyarakat akan dengan mudah memilih dengan cerdas
apa yang mereka hendak gunakan.
Kerusuhan hari ini sangat disesalkan. Meski demikian, sudah
sepatutnya ini membuka mata kita bahwa kita berada pada masa modernisasi
yang membuahkan suatu perubahan sosial di masyarakat. Kalau urusan
rezeki, tidak perlu dirisaukan. Karena jutaan orang pun mencari rezeki
di ibukota kita tercinta.
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281