Selasa, 01 November 2016

PENGGUNAAN VISUAL PROGRAMMING LANGUAGE PADA GAME ENGINE UNTUK MEMBANGUN GAME 3 DIMENSI


  • PENDAHULUAN
            Perkembangan teknologi di masa sekarang sangat berpengaruh terhadap perkembangan game, begitu pula dalam pembuatannya. Dengan teknologi, manusia berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Dalam bidang rekayasa, komputer sangat membantu sekali untuk menghasilkan sebuah data dan bahakan dapat menghasilkan sebuah perangkat lunaklainnya. Perkembangan teknologi game salah satu yang menjadi trend menarik untuk diikuti perkembangannya. Berkembangnya game dikarenakan banyaknya para pengembang game yang berlomba-lomba untuk membuat game yang unik dan menarik.


            Pada jaman modern seperti ini banyak game yang melibatkan permainan yang menggunakan otak tanpa menngerakkan seluruh fisik dikarenakan oleh teknologi yang berkembang pesat. Dengan perkembangan teknologi saat ini para pengembang dalam membangun sebuah game ada yang menggunakan pemrograman dengan bahasa pemrograman java, C++,C# dan juga ada yang memanfaatkan kemudahan dan kecanggihan dalam membuat game dengan menggunakan game engine. Dalam menggunakan game engine para pengembang game menjadi lebih cepat dan kreatif dalam membuat sebuah game, dan juga dibantu oleh perkembangan dalam bahasa pemrograman dengan menggunakan visual programming language, sehimgga pembuat menjadi lebih mudah dalam menyusun bahasa program.


  • GAME
            Game adalah permainan yang terstruktur, biasanya game dibuat untuk menghilangkan stress atau juga bias dibuat untuk pendidikan agar orang yang ingin belajar tidak merasakan rasa bosan pada suatu hal yang ingin di pelajarinya. Klasifikasi game berdasarkan tampilan terbagi menjadi 2 bagian diantaranya Board game dan Video game. Board game adalah permainan yang melibatkan sejumlah benda yang ditempatkan dansaling bertukar tempat berdasarkan aturan tertentu, pada sebuah permukaan yang sudah diberi tanda atau sebuah papan, sedangkan Video game adalah permainan elektronik yang melibatkan interaksi antarmuka dengan pengguna untuk menghasilkan umpan balik secara visual pada perangkat video.


  • GAME ENGINE
            Game engine adalah sebuah system perangkat lunak yang dirancang untuk pembuatan dan pengembangan suatu video game. Game engine memberikan kemudahan dalam menciptakan konsep sebuah game yang akan dibuat. Ada banyak mesin yang dirancang untuk bekerja pada konsol permainan video dan system operasi desktop seperti Microsoft Indows, Linux, dan Mac OS X. proses pengembangan permainan sering dihemat oleh sebagian besar menggunakan mesin permainan yang sama untuk menciptakan permainan yang berbeda.


  • GAME PROGRAMMING
            Pemrograman game merupakan bagian dari pengembangan game dan perangkat lunak video game. Pemrograman game membutuhkan keterampilan sesungguhnya dalam rekayasa perangkat lunak serta spesialisasi dalam satu atau lebih bidang berikut. Untuk game massively multiplayer online, area tambahan, seperti pemrograman jaringan dan pemrograman database sering disertakan. Meskipun sering terlibat dalam professional game programmer, banyak pemula bias memprogram game sebagai hobi.


  • VISUAL PROGRAMMING LANGUAGE
            Vsual Programming Language adalah pemrograman dimana lebih dari satu dimensi digunakan untuk menyampaikan emantik. Dengan Visual Programming Language memungkinkan pemrograman dengan ekspresi visual, pengaturan special teks dan symbol grafis, digunakan baik sebagai elemen sintaks atau notasi sekunder.


  • KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Dengan menggunakan perkembangan teknologi saat ini para pengembang dalam membangun sebuah game ada yang menggunakan pemrograman dengan bahasa pemrograman java, C++,C# dan juga ada yang memanfaatkan kemudahan dan kecanggihan dalam membuat game dengan menggunakan game engine. Dalam menggunakan game engine para pengembang game menjadi lebih cepat dan kreatif dalam membuat sebuah game, dan juga dibantu oleh perkembangan dalam bahasa pemrograman dengan menggunakan visual programming language, sehimgga pembuat menjadi lebih mudah dalam menyusun bahasa program.


SARAN
Dengan kemudahan yang ada dalam teknologi pengembangan game, maka diharapkan pengembang dapat menghasilkan game yang menarik dan berkualitas baik. Game yang dihasilkan tidak hanya sekedar satu level namun dapat memberikan level yang bertingkat. Selain itu untuk pengembangan dan penelitian berikutnya untuk game yang dihasilkan dapat dijalankan pada multi platform dan tidak hanya sekedar game computer namun juga dapat dijalankan menggunakan perangkat smartphone.


SUMBER: 

  • https://drive.google.com/open?id=0BxQ_uBbX-7ImektjVk1jU3owMHM

Selasa, 11 Oktober 2016

BAB 4 DIGITAL CINEMA : ALIRAN UTAMA PEMBUATAN FILM



Film biasa dipakai untuk merekam suatu keadaan atau mengemukakan sesuatu. Film dipakai untuk memenuhi suatu kebutuhan umum, yaitu mengkomunikasikan suatu gagasan, pesan atau kenyataan. Karena keunikan dimensinya, film telah diterima sebagai salah satu media audio visual yang paling popular dan digemari. Selain itu film juga dianggap sebagai media yang paling efektif.

Film animasi berasal dari dua disiplin ilmu, yaitu film yang berakar pada dunia fotografi dan animasi yang berakar pada dunia gambar. Animasi dipandang sebagai suatu hasil proses dimana obyek-obyek yang digambarkan atau divisualisasikan tampak hidup. Gambar digerakkan melalui perubahan sedikit demi sedikit dan teratur sehingga memberikan kesan hidup

Makalah diatas membahas tentang pembuatan aplikasi film animasi 2D dengan tema sedekah  menggunakan teknik 2D Hybrid Animation dengan pemanfaatan Graphic yang mengandung nilai edutaiment untuk anak-anak. Edutainment dapat digunakan oleh guru maupun orang tua untuk memberikan pelajaran atau mengubah perilaku dan karakter pada anak seperti karakter suka bersedekah. Film animasi memiliki fungsi sebagai alat penghibur dan sebagai media pembelajaran untuk anak sehingga anak tidak merasa bosan dan membuat belajar menjadi menyenangkan karena adanya unsur hiburan. Namun, beberapa animasi populer mempromosikan perilaku negatif seperti adegan kekerasan dalam bentuk fisik (perkelahian) atau kekerasan non fisik.

Dari sekian banyak film animasi yang ditayangkan ditelevisi, belum banyak film yang mengajarkan tentang sesuatu yang mengandung makna islam, misalnya tentang sedekah. Kebanyakan film animasi merupakan film buatan luar negeri dan hanya menceritakan tentang petualangan, perang, perselisihan, imajinasi, dan lain-lain. Film animasi ini diuji cobakan kepada orang tua, guru, dan anak-anak PAUD maupun TK.

Pesan moral yang terdapat didalam film animasi “Dahsyatnya Sedekah” dapat tersampaikan dengan baik karena bahasanya yang simpel dan mudah dimengerti.  Film animasi yang dihasilkan layak untuk dipertontonkan kepada anak-anak terutama anak usia 2-8 tahun karena mengandung nilai edutaiment baik secara moral maupun religious serta dapat menghibur anak-anak.  Film animasi merupakan alat bantu pembelajaran yang digunakan oleh guru maupun orang tua dalam memberikan variasi pengajaran sehingga dapat memotivasi anak untuk belajar karena belajar menjadi menyenangkan karena adanya unsur hiburan.  Anak ingin selalu memberikan bantuan kepada temannya yang membutuhkan dengan cara bersedekah agar dapat meringankan beban penderitaan orang lain dan mendapat imbalan dari Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA : https://drive.google.com/open?id=0BxQ_uBbX-7ImTnFVZ2c2dVl0QmM


BAB 3 DIGITAL TELEVISI : PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN PENERIMAAN TV



Berkaitan dengan digitalisasi penyiaran, Indonesia telah mulai menyusun rencana untuk melakukan konversi dari penyiaran analog ke digital. Penyusunan rencana ini dimulai sejak awal tahun 2009 sampai dengan akhir tahun 2018. Sebelumnya pada tahun 2008 pemerintah telah melakukan serangkaian kegiatan uji coba yang merupakan hasil kerjasama antara pemerintah dengan Konsorsium televisi Digital Indonesia (KTDI) yang anggotanya terdiri dari televisi swasta nasional yang ada di Indonesia.  Artikel ini berawal dari persoalan regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkenaan dengan rencana digitalisasi penyiaran di Indonesia, melalui regulasi ini pemerintah berupaya untuk memulai digitalisasi penyiaran di Indonesia.

Sebagai dukungan regulasi terhadap implementasi penyiaran televisi digital, pada tahun 2009 pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 39 tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free- to-air). Peraturan ini merupakan kerangka dasar atau kerangka pemikiran awal bagaimana melaksanakan implementasi penyiaran televisi digital.

Masalah kemudian muncul bukan berkaitan dengan kebijakan digitalisasi penyiaran, namun berkaitan dengan terbitnya regulasi mengenai tv digital yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (menkominfo). Pro-kontra mengenai Permen tersebut bahkan hingga kini masih berlangsung hangat dengan melibatkan pemerintah (Kominfo), penyelenggara penyiaran televisi nasional berjaringan, televisi lokal, televisi publik dan komunitas, serta organisasi masyarakat sipil.

Disisi lain, penolakan terhadap kebijakan mengenai televisi digital ini terjadi karena sebagian pihak menuding bahwa pemerintah membuat keputusan sepihak tentang peralihan dari sistem penyiaran analog ke digital. Ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri 22 tahun 2011, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang mendiskusikan mengenai perubahan undang-undang penyiaran No. 32 tahun 2002. Dengan demikian, melalui Permen tersebut, pemerintah menunjukkan dominasi dan sifat otoriternya. 

Banyak pihak yang masih mempersoalkan mengenai terbitnya regulasi soal televisi digital di Indonesia. Salah satu hal yang dipersoalkan oleh banyak pihak berkaitan dengan terbitnya regulasi mengenai televisi Digital tersebut adalah bahwa regulasi tersebut dibuat seakan untuk melanggengkan status quo, alih-alih meningkatkan diversity of content dan ownership. Pemerintah cenderung berpihak pada kapital (yaitu pemilik televisi swasta di Jakarta yang

saat ini telah established) dalam menentukan pengelola multipleksing. Dengan demikian, regulasi ini akan menjadikan konsentrasi kepemilikan dalam industri penyiaran di Indonesia akan semakin menguat. Kemudian, dari segi kepentingan publik (public interest), regulasi ini belum  mencerminkan upaya pemerintah untuk menempatkan kepentingan publik jauh diatas kepentingan pasar.  

DAFTAR PUSTAKA : https://drive.google.com/open?id=0BxQ_uBbX-7ImV1pJMm5NZjBxbXc

Jumat, 07 Oktober 2016

BAB 4 DIGITAL CINEMA : ESTETIKA FILM DIGITAL

Estetika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani aisthetikos, yang berarti ‘mengamati dengan indera’ (aisthonomai). Kata estetika juga terkait dengan kata aesthetis, yang artinya ‘pencerapan’ (perception). Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama memperkenalkan kata “aisthetika”, sebagai penerus pendapat Cottfried Leibniz (1646-1716). Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (the perfection of sentient knowledge) (Dharsono, 2007:3). Estetika sebagai cabang ilmu filsafat, dalam perkembangannya menjadi sebuah disiplin yang mandiri. Permasalahan keindahan menjadi suatu pokok pembahasan bidang estetika seperti pendapat The Liang Gie yang dikutip Nyoman Kutha, objek sasaran estetika meliputi; 1. keindahan secara umum, 2, perbedaan antara keindahan alam dan keindahan seni, 3. keindahan khusus yang ada dalam karya seni, 4. cita rasa, dan 5. pengalaman estetis (Kutha,2007:32). Dengan demikian estetika merupakan satu disiplin ilmu yang komprehensip untuk diimplementasikan berdasarkan substansi permasalahannya, khususnya yang berkenaan pada sudut pandang kesenian atau keindahan.
Estetika sebagai pijakan pisau analisis sebuah karya seni (film), erat kaitannya dengan unsur-unsur (estetika elementer) yang melekat pada karya tersebut untuk menangkap maksud dan tujuan (nilai-nilai) yang terkandung di dalamnya. Senada dengan pemikiran Herbert Zettl di atas, pemahaman mendasar dari sifat-sifat estetika elementer sebuah medium film membawa pemahaman yang lebih menyeluruh. Hal ini didasarkan bahwa media film merupakan karya seni yang terwujud dari satuan kreativitas beberapa seniman yang terlibat dalam proses pembuatannya (finished product). Hasil kreativitas ini nantinya memberikan kontribusi keindahan, cita rasa, dan pengalaman estetis bagi penontonnya.
 Film sebagai karya seni dibangun melalui unsurunsur yang dipadukan, seperti halnya seni lukisan, patung, musik, tari dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut masing-masing mempunyai karakteristik yang nantinya mewujudkan sebuah bentuk atau struktur (form). Dalam proses identifikasi sebuah struktur merupakan dasar dari pengamatan atau pemahaman seni. Dengan memahami jalinan unsur-unsur tersebut, maka sebuah karya seni bisa teridentifikasi maksud dan tujuannya, sehingga pemahaman estetika yang dikandungnya bias teridentifikasi secara utuh seperti pendapat R. Sieber (1962:653), estetika atau penyajiannya yang mencakup bentuk (form) dan keahlian yang melahirkan gaya. Selanjutnya konteks makna (meanings), yang mencakup pesan dan kaitan lambanglambangnya (symbolic value).Sebelum masuk pada subtansi pembahasan bab ini, pemahaman unsurunsur pembentuk film merupakan suatu hal yang cukup ensesial untuk dipahami terlebih dahulu, mengingat pendapat Herbert Zettl di atas bahwa pemahaman elemen dasar sebuah film mendukung pemahaman secara menyeluruh. Untuk itu, struktur film secara umum menurut Himawan Pratista dibangun melalui dua unsur pembentuk yakni; naratif dan sinematik. Dalam film cerita (fiksi)1 seperti halnya film Nagabonar Jadi 2, naratif adalah perlakuan terhadap cerita film, sedangkan sinematik merupakan aspek-aspek untuk mewujudkan cerita ke dalam bentuk paduan gambar dan suara (audiovisual).
Alur dramatik film Nagabonar Jadi 2 pembahasan subbab sebelumnya merupakan hasil kreativitas sineas terhadap perlakuan ceritanya (naratif). Sinematik kemudian mengolah unsur-unsurnya menjadi satu kesatuan yang mewujudkan struktur dalam mengimplementasikan maksud dan tujuan naratifnya. Hal ini karena di dalam sebuah film fiksi, naratif adalah bahan (bahan) yang akan diolah, sementara sinematik adalah cara (materi) untuk mengolahnya (Pratista, 2008:1). Dalam kaitannya menelusuri bagaimana unsur-unsur pembentuk film membangun sebuah struktur, merupakan sebuah landasan untuk mencapai pemahaman yang lebih menyeluruh (maksud dan tujuannya), pembahasan bab ini merupakan uraian pembacaan struktur film Nagabonar Jadi 2 menggunakan analisis interpretasi dengan pendekatan estetika Monroe Breadsley.

·         Simpulan
Keberadaan film Nagabonar Jadi 2 pada tahun 2007 merupakan satu fenomena yang cukup menarik. Genre drama komedi yang diusung memberikan warna yang berbeda di tengah-tengah kondisi perfilman di Indonesia dalam kondisi involutif atau didominasi genre drama dan horor. Kehadiran film Nagabonar Jadi 2 dengan mengangkat tema nasionalisme membawa suasana baru bagi perfilman di Indonesia. Kerinduan masyarakat pada masa-masa perjuangan mengingat tema ini belum pernah tersentuh sejak kondisi krisis melanda perfilman di Indonesia pada tahun 1990, film ini juga memberikan jawaban sekaligus sebagai obat rindu bagi sebagian masyarakat di Indonesia yang pernah mengalami dan melihat kejayaan film Nagabonar 1987, sehingga keberadaannya menjawab kebosanan masyarakat perihal pilihan genre yang ada maupun tawaran tema yang disajikan. ‘
Alur dramatik film Nagabonar Jadi 2 diinterpretasi melalui tiga tahapan. Tahap pertama, film Nagabonar Jadi 2 menempatkan bagian-bagian peristiwa secara logis baik cerita yang akan dikembangkan, keterkaitan kausalitas dengan cerita film sekuelnya, aspek ruang dan waktu, dan menimbulkan ketertarikan pada penonton. Adegan demi adegan diciptakan dengan menggunakan teknik anatomi plot gimmick, flashback, fore shadowing, sureprise dan gestus. Kelima teknik ini telah membuat sebuah adegan lebih mudah memperkenalkan keunikan karakter, latar belakang dan siapa saja tokoh protagonis, antagonis, dan tritagonisnya. Permasalahan yang ditimbulkan oleh karakter Nagabonar dan Bonaga memberikan sebuah penggambaran permasalahan pada tahap selanjutnya. Tahap kedua, pada tahapan pertengahaninimenempatkan bagian-bagian peristiwa secara logis kelanjutan pengembangan dari permasalahan yang telah diciptakan pada tahap permulaan. Adegan demi adegan yang diciptakan mampu memainkan emosi dan rasa keingintahuan dari penonton. Penonton diberikan rasa penasaran terlebih dahulu denganmenata bagian adegan yang memberikan solusi sementara permasalahan (anti cimax). Namun pada tahap selanjutnya cerita kembali memunculkan pertentangan antara karakter Nagabonar dan Bonaga dalam persoalan yang sama namun beda penyebab, sehingga melahirkan gerak dramatik sebuah adegan menjadi sangat kompleks saat menuju klimaks permasalahan sebuah cerita. Kemudian pada tahap ketiga atau terakhir, Adegan demi adegan diakhir cerita mampu merangkum jawaban dari segala permasalahan yang ditimbulkan antar karakter. Informasi yang disampaikan baik secara verbal (dialog) maupun gambar pada adegan-adegan penutupantelah mempertemukan masalahmasalah yang diusung oleh para karakter dengan tujuan untuk mendapatkan solusi atau pemecahan.
Adegan-adegan di dalam film Nagabonar Jadi 2 setelah diinterpretasi menggunakan pendekatan teori estetika Monroe Breadsley yang menyatakan sebuah karya seni yang berhasil harus memenuhi tiga tahapan yaitu; unity (kesatuan), complexity (kerumitan), dan intensity (kesungguhan). Dari hasil analsis dalam penelitian ini, ketiga tahapan tersebut telah melekat di dalam unsur-unsur pembentuk yang ada (naratif dan sinematik) saling berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan sistem yang terstruktur, sehingga menghasilkan sebuah tayangan yang mampu memberikan nilainilai estetik dan pengalaman estetik yang membuat penonton ikut merasakan suasana lucu, sedih, haru, gambira, serta dapat menyerap maksud dan tujuan yang ingin disampaikan.

SUMBERhttps://drive.google.com/file/d/0BxQ_uBbX-7ImNWRSZzdrOEstR3c/view?usp=docslist_api

BAB 3 DIGITAL TELEVISI : SEJARAH TV ANALOG DAN DIGITAL



TV adalah tuntutan perkembangan teknologi, yang dilakukan semua negara di dunia. Digitalisasi TV berkaitan dengan kemajuan teknologi, tuntutan kebutuhan masyarakat hingga  tuntutan green economy. Dewasa ini 85% wilayah dunia telah mengimplementasikan digitalisasi penyiaran. International Telecommunication Union (ITU) telah tetapkan kesepakatan tahun 2015 sebagai batas akhir TV Analog secara internasional. USA misalnya telah switch off analog 2009, Jepang 2011, Korea Cina & UK 2012, Brunei 2014, Singapura, Malaysia, Thailand & Filipina 2015. Indonesia berencana  swicth off 2018.

Secara global kita sudah terlambat di banding negara tetangga. Apalagi kalau mau mengikuti pihak pihak pengritik selama ini, akan makin terlambat lagi. Padahal kalau terlambat akibatnya Indonesaia akan mengalami kerugian. Karena dengan mempertahankan sistem analog, maka itu menjadi tidak efisien, menghabiskan frekuensi, boros listrik, kualitas gambar dan suara tidak bagus, dan pengembangan broadband berbasis internet juga terhambat. Kalau kita tidak segera digitalisasi, Indonesia terisolir, semua pabrikan tidak lagi produksi TV, pemancar, hingga kontent Analog, dan akibatnya masyarakat Indonesia yang cenderung masih akrab dengan tv analog menjadi kesulitan sendiri dalam mengakses siaran tv.

Melalui perkembangan televisi siaran dengan sistem teknonologi digital, di satu sisi sebenarnya banyak memberikan keuntungan bagi masyarakat sebagai penerima siaran televivisi siaran.  Dengan TV digital, gambar lebih jernih, bersih, bahkan kalau di mobilpun tidak terganggu. Salurannya juga lebih banyak. Perangkat TV digital lebih irit listrik, baik untuk tv di rumah maupun stasiun dan pemancar, sesuai dengan green economy. Kalau tv analog, satu frekuensi untuk satu lembaga penyiaran, TV Digital 1 frekuensi bisa untuk 12 saluran TV. Sehingga jumlah TV lebih banyak.

 Namun pada sisi ini pula, mereka masih cenderung belum siap menerima kehadiran teknologi ini mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki televisi penerima dengan sistem analog. Dalam penerapan teknologi itu, anggota masyarakat harus menggantinya ke pesawat televisi yang berperangkat sistem digital. Atau setidaknya mereka perlu melakukan penambahan set top box (STB) sebagai converter televisi analog ke televisi digital. Tentu ini menjadi persoalan tetrsendiri bagi anggota masyarakat pengguna.

 Meskipun tv digital dalam praktiknya sebenarnya banyak memberikan keuntungan, namun dari segi penyelenggaran dianggap masih belum mendesak untuk dilaksanakan. Karena itu, rencana pengaplikasian tivi digital banyak menuai penolakan. Anggapan tadi diantaranya terutama muncul karena alasan dasar hukum penyelenggaraan TV digital. Menurut kalangan legislatif penyelenggaraan tv digital sebagai suatu yang salah dan mendesak agar penyelenggaraannya menunggu lahirnya UU Penyiaran yang baru. (Subiakto, 2013). Namun menurut Subiakto (2013) dasar hukumnya sudah sangat kuat. Menurutnya ada empat dasar hukum penyelenggaraan siaran digital, pertama adalah: UU Penyiaran, yaitu ada di penjelasan. Dalam penjelasan disebutkan, UU ini disusun berdasarkam pokok pikiran mengantisipasi perkembangabng teknologi, seperti tekhnologi digital. Artinya teknologi digital sudah diantisipasi. Dasar hukum kedua, adalah PP 11/2005 pasal 13 ayat 1: penyelenggaraan (4) penyiaran TV analog atau Digital (5) multiplexing. Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan Menteri.   Dasar hukum ketiga, PP 50/2005 Penyelenggaraan Lembaga penyiaran swasta (LPS) pasal 2 ayat 1: (4) pnyiaran Tv analog atau Digital (5) multiplexing. Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan Menteri. Dasar hukum k4, PP 51/2005 Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) pasal 2 ayat 1 penyiaran Tv analog atau Digital, multiplexing. Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan Menteri.  Jadi ada 4 dasar hukum bagi munculnya Permen tentang Digitalisasi TV (Misalnya Permen no 22 tahun 2011 dan Permen no 23 tahun 2011), satu di Penjelasan UU Penyiaran dan 3 di PP no 11, 50 dan 51 tahun 2005. Ketiga PP itu dengan tegas menyebut akan diatur dengan Peraturan Menteri
PEMBAHASAN  Televisi Digital   
           
 Dalam ICT White Paper 2011, kementerian Komunikasi dan Informatika mengidentifikasi solusi dan kelebihan penyiaran digital dibanding sistem penyiaran analog. Diantaranya pemanfaatan spektrum menjadi lebih optimal,  gambar dan suara dengan kualitas jauh lebih baik dan prima, tahan terhadap gangguan interferensi, dan memberikan peluang bagi munculnya industri/bisnis baru baik dibidang telekomunikasi, media elektronik maupun diindustri peralatan dan software. 

Terdapat 4 standar besar yang menjadi arah standar dalam dunia broadcasting yakni standar DVB (Digital Video Broadcasting) TV digital via satelit yang dianut oleh negara-negara Eropa; standar ATSC yang dianut oleh USA; standar ISDB yang merupakan standar siaran TV digital yang berasal dari jepang dan diadopsi oleh Brazil, serta standar DMB dari Korea Selatan. Saat ini hampir 50% lebih negara-negara di dunia mulai beralih atau mulai mengkaji peralihan sistem penyiaran di negaranya menuju penyiaran digital (Kominfo, 2012). Sementara itu lebih dari 100 negara sudah menetapkan standar penyiaran TV digitalnya menggunakan standar DVB-T termasuk Indonesia. Untuk Indonesia, telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No.07/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Penetapan Standar Penyiaran Digital Terrestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No.39 Per/M.Kominfo/10/2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terrestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air), Bahwa Indonesia menggunakan standar DVB-T untuk penyiaran free-to-air secara terrestrial.   
Perkembangan Televisi Digital di Indonesia.

 Konferensi  NAB (National American Broadcasting) adalah pertemuan tahunan para broadcaster Amerika, yang diikuti juga oleh ribuan broadcaster dunia. Pada pertemuan itu digelar pameran besar peralatan broadcaster dari pabrik industri radio dan televisi seluruh dunia. Pameran tersebut menggelar “integrated digital technology system”.  Teknologi digital terintegrasi radio maupun televisi, mulai dari production line, transmiter hingga pesawat televisi. Pameran ini sekaligus merupakan proklamasi dari para industri bahwa mereka telah siap dengan teknologi digital mulai dari produksi di sudio hingga ke pesawat televisi.

Migrasi dari sistem penyiaran analog ke digital menjadi  tuntutan teknologi  secara internasional. Penyiaran digital merupakan era yang harus dilayani setiap negara. Lantaran perkembangan teknologi informasi dan komunikasi meniscayakan hal itu. Setiap negara memiliki pilihan masing-masing, jangka waktunya adalah hak masing-masing, namun tidak mungkin terlalu lama untuk tidak memasuki era digital .Hampir lebih dari 85 persen wilayah dunia sudah mulai mengimplementasikan televisi digital. Amirika Serikat telah menerapkan televisi digital sejak Juni 2009, Jepang pada Juli 2011, Korea Selatan dan RRC (China) serta Inggris Raya mengaplikasikan televisi digital 2012. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia termasuk negara yang keenam dalam rencana penerapan siaran televisi digital. Brunei Darussalam akan menerapkan pada Juni 2014, Malaysia Desember 2015.Sementara Singapura, Thailand dan Filipina serentak pada 2015. Indonesia baru bisa menerapkan televisi digital secara penuh pada 2018. Disusul Vietnam pada 2020.


SUMBER: https://drive.google.com/file/d/0BxQ_uBbX-7ImRzdoWDFLYzVvcTg/view?usp=docslist_api

NSLOOKUP

Nslookup adalah suatu program untuk query domain name servers internet atau tool yang digunakan untuk mengetahui ip dari sebuah domain. Ns...