TV adalah tuntutan perkembangan
teknologi, yang dilakukan semua negara di dunia. Digitalisasi TV berkaitan
dengan kemajuan teknologi, tuntutan kebutuhan masyarakat hingga tuntutan green economy. Dewasa ini 85% wilayah
dunia telah mengimplementasikan digitalisasi penyiaran. International
Telecommunication Union (ITU) telah tetapkan kesepakatan tahun 2015 sebagai
batas akhir TV Analog secara internasional. USA misalnya telah switch off
analog 2009, Jepang 2011, Korea Cina & UK 2012, Brunei 2014, Singapura,
Malaysia, Thailand & Filipina 2015. Indonesia berencana swicth off 2018.
Secara global kita sudah terlambat
di banding negara tetangga. Apalagi kalau mau mengikuti pihak pihak pengritik
selama ini, akan makin terlambat lagi. Padahal kalau terlambat akibatnya
Indonesaia akan mengalami kerugian. Karena dengan mempertahankan sistem analog,
maka itu menjadi tidak efisien, menghabiskan frekuensi, boros listrik, kualitas
gambar dan suara tidak bagus, dan pengembangan broadband berbasis internet juga
terhambat. Kalau kita tidak segera digitalisasi, Indonesia terisolir, semua
pabrikan tidak lagi produksi TV, pemancar, hingga kontent Analog, dan akibatnya
masyarakat Indonesia yang cenderung masih akrab dengan tv analog menjadi
kesulitan sendiri dalam mengakses siaran tv.
Melalui perkembangan televisi
siaran dengan sistem teknonologi digital, di satu sisi sebenarnya banyak
memberikan keuntungan bagi masyarakat sebagai penerima siaran televivisi
siaran. Dengan TV digital, gambar lebih
jernih, bersih, bahkan kalau di mobilpun tidak terganggu. Salurannya juga lebih
banyak. Perangkat TV digital lebih irit listrik, baik untuk tv di rumah maupun
stasiun dan pemancar, sesuai dengan green economy. Kalau tv analog, satu
frekuensi untuk satu lembaga penyiaran, TV Digital 1 frekuensi bisa untuk 12
saluran TV. Sehingga jumlah TV lebih banyak.
Namun pada sisi ini pula, mereka masih
cenderung belum siap menerima kehadiran teknologi ini mengingat sebagian besar
masyarakat Indonesia masih memiliki televisi penerima dengan sistem analog.
Dalam penerapan teknologi itu, anggota masyarakat harus menggantinya ke pesawat
televisi yang berperangkat sistem digital. Atau setidaknya mereka perlu
melakukan penambahan set top box (STB) sebagai converter televisi analog ke
televisi digital. Tentu ini menjadi persoalan tetrsendiri bagi anggota
masyarakat pengguna.
Meskipun tv digital dalam praktiknya
sebenarnya banyak memberikan keuntungan, namun dari segi penyelenggaran
dianggap masih belum mendesak untuk dilaksanakan. Karena itu, rencana pengaplikasian
tivi digital banyak menuai penolakan. Anggapan tadi diantaranya terutama muncul
karena alasan dasar hukum penyelenggaraan TV digital. Menurut kalangan
legislatif penyelenggaraan tv digital sebagai suatu yang salah dan mendesak
agar penyelenggaraannya menunggu lahirnya UU Penyiaran yang baru. (Subiakto,
2013). Namun menurut Subiakto (2013) dasar hukumnya sudah sangat kuat.
Menurutnya ada empat dasar hukum penyelenggaraan siaran digital, pertama
adalah: UU Penyiaran, yaitu ada di penjelasan. Dalam penjelasan disebutkan, UU
ini disusun berdasarkam pokok pikiran mengantisipasi perkembangabng teknologi,
seperti tekhnologi digital. Artinya teknologi digital sudah diantisipasi. Dasar
hukum kedua, adalah PP 11/2005 pasal 13 ayat 1: penyelenggaraan (4) penyiaran
TV analog atau Digital (5) multiplexing. Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan
Menteri. Dasar hukum ketiga, PP 50/2005
Penyelenggaraan Lembaga penyiaran swasta (LPS) pasal 2 ayat 1: (4) pnyiaran Tv
analog atau Digital (5) multiplexing. Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan
Menteri. Dasar hukum k4, PP 51/2005 Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Komunitas
(LPK) pasal 2 ayat 1 penyiaran Tv analog atau Digital, multiplexing. Ayat 3
akan diatur dengan Peraturan Menteri.
Jadi ada 4 dasar hukum bagi munculnya Permen tentang Digitalisasi TV
(Misalnya Permen no 22 tahun 2011 dan Permen no 23 tahun 2011), satu di
Penjelasan UU Penyiaran dan 3 di PP no 11, 50 dan 51 tahun 2005. Ketiga PP itu
dengan tegas menyebut akan diatur dengan Peraturan Menteri
PEMBAHASAN Televisi
Digital
Dalam ICT White Paper 2011, kementerian
Komunikasi dan Informatika mengidentifikasi solusi dan kelebihan penyiaran
digital dibanding sistem penyiaran analog. Diantaranya pemanfaatan spektrum
menjadi lebih optimal, gambar dan suara
dengan kualitas jauh lebih baik dan prima, tahan terhadap gangguan
interferensi, dan memberikan peluang bagi munculnya industri/bisnis baru baik
dibidang telekomunikasi, media elektronik maupun diindustri peralatan dan
software.
Terdapat 4 standar besar yang
menjadi arah standar dalam dunia broadcasting yakni standar DVB (Digital Video
Broadcasting) TV digital via satelit yang dianut oleh negara-negara Eropa;
standar ATSC yang dianut oleh USA; standar ISDB yang merupakan standar siaran
TV digital yang berasal dari jepang dan diadopsi oleh Brazil, serta standar DMB
dari Korea Selatan. Saat ini hampir 50% lebih negara-negara di dunia mulai
beralih atau mulai mengkaji peralihan sistem penyiaran di negaranya menuju
penyiaran digital (Kominfo, 2012). Sementara itu lebih dari 100 negara sudah
menetapkan standar penyiaran TV digitalnya menggunakan standar DVB-T termasuk
Indonesia. Untuk Indonesia, telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi
dan Informatika Republik Indonesia No.07/P/M.KOMINFO/3/2007 tentang Penetapan
Standar Penyiaran Digital Terrestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di
Indonesia, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia No.39 Per/M.Kominfo/10/2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan
Penyiaran Televisi Digital Terrestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To
Air), Bahwa Indonesia menggunakan standar DVB-T untuk penyiaran free-to-air
secara terrestrial.
Perkembangan Televisi Digital di Indonesia.
Konferensi
NAB (National American Broadcasting) adalah pertemuan tahunan para broadcaster
Amerika, yang diikuti juga oleh ribuan broadcaster dunia. Pada pertemuan itu
digelar pameran besar peralatan broadcaster dari pabrik industri radio dan
televisi seluruh dunia. Pameran tersebut menggelar “integrated digital
technology system”. Teknologi digital
terintegrasi radio maupun televisi, mulai dari production line, transmiter
hingga pesawat televisi. Pameran ini sekaligus merupakan proklamasi dari para
industri bahwa mereka telah siap dengan teknologi digital mulai dari produksi
di sudio hingga ke pesawat televisi.
Migrasi dari sistem penyiaran
analog ke digital menjadi tuntutan
teknologi secara internasional.
Penyiaran digital merupakan era yang harus dilayani setiap negara. Lantaran perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi meniscayakan hal itu. Setiap negara memiliki
pilihan masing-masing, jangka waktunya adalah hak masing-masing, namun tidak
mungkin terlalu lama untuk tidak memasuki era digital .Hampir lebih dari 85
persen wilayah dunia sudah mulai mengimplementasikan televisi digital. Amirika
Serikat telah menerapkan televisi digital sejak Juni 2009, Jepang pada Juli
2011, Korea Selatan dan RRC (China) serta Inggris Raya mengaplikasikan televisi
digital 2012. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia termasuk negara yang keenam
dalam rencana penerapan siaran televisi digital. Brunei Darussalam akan
menerapkan pada Juni 2014, Malaysia Desember 2015.Sementara Singapura, Thailand
dan Filipina serentak pada 2015. Indonesia baru bisa menerapkan televisi
digital secara penuh pada 2018. Disusul Vietnam pada 2020.
SUMBER: https://drive.google.com/file/d/0BxQ_uBbX-7ImRzdoWDFLYzVvcTg/view?usp=docslist_api
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPenulisan ini mengambil sebagian paragraf dalam referensi yang kemudian dituangkan dalam penulisan ini :(
BalasHapusUntuk kerapihan penulisannnya masih kurang, saya sarankan untuk pilih align text justify dan ada baiknya antara paragraf yang satu dengan yang lainnya dipisahkan satu baris.
Terima kasih
-NH-